Kenaikan retribusi kios di Pusat Promosi Ikan Hias (PPIH) Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat, dikeluhkan para pedagang. Tak tanggung-tanggung, kenaikan harga kios dikabarkan mencapai 120 persen.
Namun yang paling disesalkan pedagang, yakni keterlambatan sosialisasi dari Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan, mewakili Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Pasalnya, kenaikan retribusi yang tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terbit sejak Januari 2024. Namun sosialisasi baru dilakukan dinas terkait pada Juli 2024.
Alhasil, pedagang diwajibkan membayar dari tanggal perda diterbitkan. Mereka sontak kecewa dan tak terima karena ujug-ujug harus membayar kenaikan retribusi, akibat keterlambatan sosialisasi dari dinas terkait.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Bekasi, Herbert Panjaitan menegaskan pihaknya hanya menjalankan tugas terkait kenaikan retribusi sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024.
“Kalau kita kan, ya namanya perda sudah keluar kan, ya kita laksanakan. Terkait keluhan pedagang, itu juga salah satu kendala yang jadi tugas kita. Istilahnya perda itu kan dari 2012 ya, kalau kenaikan 2024. Dari yang tadinya Rp 300 per meter, menjadi Rp 700 sesuai perkembangan situasi. Kalau saya sih sah-sah saja,” ujarnya kepada awak media, Jumat, 6 September 2024.
Herbert pun memaklumi adanya keluhan dari penghuni kios PPIH perihal kenaikan retribusi, yang mayoritas dikarenakan kondisi jualan yang sepi dan bangunan kios yang belum mendapat renovasi.
“Pedagang menyampaikan sepi, tapi ada juga yang bilang alhamdulillah, ya itu variatif lah ya. Kalau renovasi saya rasa kita optimalkan apa yang ada aja. Belum ada rencana, cuma perbaikan bertahap itu pasti kita lakukan,” ucapnya.
Purwantio, salah satu pengguna kios ikan Blok B PPIH menjelaskan retribusi kios mengalami kenaikan, dari yang awalnya Rp 300 menjadi Rp 700 per meter.
Untuk kios standar 12 meter, yang semula Rp 3.600 per hari, naik Rp 5.000 menjadi Rp 8.400 per hari. Yang awalnya per bulan Rp 108.000, menjadi Rp 252.00. Sedangkan kios dengan tambahan lahan menjadi Rp 210.000.
“Ya beratlah untuk pedagang, saya aja kewalahan. Cuma Rp 4.800 per hari, coba x 1 tahun Rp 1.780.000,” paparnya.
Hasil rapat koordinasi terkait tindak lanjut sosialisasi perda bersama dinas terkait, juga diakui berlangsung alot dan tak banyak menguntungkan pedagang.
“Kami keberatan persentase kenaikan disamakan dengan bangunan kios pasar umum lainnya, terlebih pusat promosi ikan hias seharusnya diberi subsidi oleh pemda. Kenaikannya terlalu tinggi, 120 persen dari semula dan berlaku mulai Januari,” tegasnya.
Selain itu, pedagang juga menyayangkan kenaikan retribusi yang tak didahului dengan perbaikan sarana prasarana kios PPIH, yang sudah menahun tak kunjung direnovasi. Ditambah lagi kondisi penjualan yang sedang lesu, juga memberatkan bagi mereka.
“Kenaikan saat ini kurang tepat, mengingat daya beli untuk komoditi hobiis (ikan hias dan burung kicau), 2 tahun ini sedang lesu. Selama ini UPTD belum melakukan promosi dalam rangka minat pembeli datang ke PPIH. Upaya perbaikan juga belum dibahas detail, masih wacana,” ungkap Purwantio.
Menurutnya, pengguna kios PPIH belum sepenuhnya sepakat atas kesimpulan yang disampaikan dalam rapat koordinasi tersebut, sehingga diperlukan pertemuan kembali untuk pembahasan promosi dan peningkatan sarpras.
Para pedagang juga menuntut pemutihan retribusi dari Januari hingga Juli 2024, dikarenakan adanya kelalaian dari dinas terkait. Selain itu mereka memohon agar besaran kenaikan retribusi diturunkan menjadi 50 persen.
Dinas terkait juga diminta mencari solusi kemanfaatan lokasi PPIH untuk kemashalatan bersama antara pedagang ikan hias kios dengan pedagang non kios (pasar malam) serta pedagang burung. (***)