Pedagang di kios Pusat Promosi Ikan Hias (PPIH) Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat, mengklaim menyetujui kenaikan tarif retribusi, namun dengan sejumlah catatan.
Slamet, salah satu pedagang sekaligus sekretaris RWP mengatakan, pada prinsipnya para pedagang mau sepakat dengan adanya kenaikan tarif retribusi.
Pun demikian, persetujuan harus dibarengi dengan sejumlah catatan yang dituntut para pedagang. Catatan yang dimaksud, yakni untuk bulan Januari hingga Juli 2024, masih berlaku tarif retribusi yang lama.
Hal ini diakui Slamet disebabkan kelalaian Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Bekasi yang telat menyosialisasikan kenaikan retribusi.
“Tarif baru bisa diterima dimulai Agustus 2024, dengan catatan tahun 2025 untuk dapat ditinjau kembali karena UPTD ikan hias bukan pasar pada umumnya. Justru kalau dari papan yang terpampang, UPTD ikan hias seharusnya disupport pemerintah, bukanya sebagai objek komersial,” tegasnya, Sabtu 7 September 2024.
Selain itu, kenaikan tarif retribusi harus dibarengi dengan penataan lingkungan PPIH yang saat ini terkesan kumuh lantaran tak ada aksi kepala dinas.
“(Peran kepala UPTD) tidak berjalan sesuai harapan. Hubungan UPTD dan RW pedagang tidak berjalan sebagaimana mestinya,” ungkap Slamet.
Karena belum adanya penandatanganan kesepakatan antara kedua pihak, Slamet merasa perlu adanya tindak lanjut atas hasil rapat koordinasi, belum lama ini.
Diketahui pula, satu-satunya pengguna kios yang keberatan dengan kenaikan tarif retribusi, yaitu Andri yang mengatasnamakan Paguyuban Budidaya Ikan Hias.
Sebelumnya, pedagang yang menempati kios PPIH mengeluhkan kenaikan retribusi yang tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perda yang terbit sejak Januari 2024 itu baru disosialisasikan dinas terkait pada Juli 2024.
Alhasil, pedagang diwajibkan membayar dari tanggal perda diterbitkan. Mereka sontak kecewa dan tak terima karena ujug-ujug harus membayar kenaikan retribusi, akibat keterlambatan sosialisasi dari dinas terkait.
Purwantio, salah satu pengguna kios ikan Blok B PPIH menjelaskan retribusi kios mengalami kenaikan, dari yang awalnya Rp 300 menjadi Rp 700 per meter.
Untuk kios standar 12 meter, yang semula Rp 3.600 per hari, naik Rp 5.000 menjadi Rp 8.400 per hari. Yang awalnya per bulan Rp 108.000, menjadi Rp 252.00. Sedangkan kios dengan tambahan lahan menjadi Rp 210.000.
“Ya beratlah untuk pedagang, saya aja kewalahan. Cuma Rp 4.800 per hari, coba x 1 tahun Rp 1.780.000,” paparnya.
Hasil rapat koordinasi terkait tindak lanjut sosialisasi perda bersama dinas terkait, juga diakui berlangsung alot dan tak banyak menguntungkan pedagang.
“Kami keberatan persentase kenaikan disamakan dengan bangunan kios pasar umum lainnya, terlebih pusat promosi ikan hias seharusnya diberi subsidi oleh pemda. Kenaikannya terlalu tinggi, 120 persen dari semula dan berlaku mulai Januari,” tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Bekasi, Herbert Panjaitan menegaskan pihaknya hanya menjalankan tugas terkait kenaikan retribusi sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024.
“Kalau kita kan, ya namanya perda sudah keluar kan, ya kita laksanakan. Terkait keluhan pedagang, itu juga salah satu kendala yang jadi tugas kita. Istilahnya perda itu kan dari 2012 ya, kalau kenaikan 2024. Dari yang tadinya Rp 300 per meter, menjadi Rp 700 sesuai perkembangan situasi. Kalau saya sih sah-sah saja,” ujarnya kepada awak media, Jumat, 6 September 2024.
Herbert pun memaklumi adanya keluhan dari penghuni kios PPIH perihal kenaikan retribusi, yang mayoritas dikarenakan kondisi jualan yang sepi dan bangunan kios yang belum mendapat renovasi.
“Pedagang menyampaikan sepi, tapi ada juga yang bilang alhamdulillah, ya itu variatif lah ya. Kalau renovasi saya rasa kita optimalkan apa yang ada aja. Belum ada rencana, cuma perbaikan bertahap itu pasti kita lakukan,” ucapnya. (***)