Bekasiraya.id – Penentuan waktu masuk sekolah bukan hanya soal teknis administratif. Ini berkaitan erat dengan faktor-faktor penting, seperti budaya lokal, kesehatan anak, kesiapan mental, serta efektivitas proses pembelajaran.
Sebagian besar negara menetapkan waktu mulai sekolah antara pukul 08.00 hingga 09.00 pagi. Bukan tanpa alasan, karena berbagai penelitian menunjukkan, bahwa memulai aktivitas belajar terlalu pagi bisa menurunkan kualitas tidur anak, mengganggu konsentrasi, dan bahkan berdampak pada kesehatan psikologis mereka.
Dilansir Tempo, berikut jam masuk sekolah di sejumlah negara:
1. Finlandia: Kualitas Lebih Penting daripada Kuantitas
Negara ini kerap dijadikan panutan dalam dunia pendidikan. Di Finlandia, anak-anak masuk sekolah antara pukul 09.00 hingga 09.45 pagi, dan belajar selama 4 hingga 5 jam saja. Pekerjaan rumah nyaris tidak ada.
Sistem ini menekankan pentingnya keseimbangan hidup anak, keterlibatan keluarga, dan pembelajaran yang menyenangkan. Pendekatan ini terbukti efektif menciptakan generasi yang mandiri, kritis, dan unggul secara akademik.
2. Swedia: Jadwal yang Manusiawi
Swedia juga mengadopsi jadwal masuk yang relatif siang, sekitar pukul 08.30 hingga 09.00. Dengan waktu belajar yang fleksibel, siswa di sana mendapat ruang untuk berkembang lewat kegiatan seni, olahraga, dan eksplorasi luar kelas.
3. Korea Selatan: Antara Prestasi dan Tekanan
Berbanding terbalik dengan negara-negara Skandinavia, Korea Selatan menerapkan sistem pendidikan yang sangat kompetitif. Jam sekolah dasar dimulai pukul 08.00 hingga pukul 13.00, sedangkan jenjang menengah dan atas bisa berlangsung hingga pukul 16.00.
Tak berhenti di situ, para siswa kerap mengikuti “yaja” atau sesi belajar malam. Meski sistem ini mendorong pencapaian akademik tinggi, banyak pihak mengkritik beban tekanan mental yang ditanggung siswa akibat kurangnya waktu istirahat.
4. Singapura: Efisien dan Terstruktur
Negara ini menerapkan jam masuk sejak pukul 07.30 pagi, dengan aktivitas belajar yang berlangsung hingga sore. Walaupun padat, sistem ini disokong oleh transportasi publik yang lancar dan manajemen waktu yang tertata dengan baik.
5. Malaysia dan Vietnam: Sistem Dua Sesi
Malaysia membagi waktu belajar menjadi dua sesi: pagi (mulai pukul 07.30) dan siang (sekitar pukul 13.00), khususnya di tingkat sekolah dasar, untuk mengatasi keterbatasan ruang kelas.
Sementara itu, di Vietnam, pembagian shift pagi dan siang sudah menjadi hal yang lumrah, dengan durasi belajar sekitar 4 jam per sesi.
6. Filipina: Durasi Belajar Panjang
Di Filipina, siswa mulai sekolah sekitar pukul 07.30 pagi dan belajar hingga pukul 16.00 atau bahkan 17.00, tergantung pada kurikulum dan jenjang pendidikan.
7. Australia: Antara Jam Masuk yang Nyaman dan Ruang Ekstra
Anak-anak di Australia biasanya masuk sekolah antara pukul 08.30 dan 09.00, dan pulang sekitar pukul 15.00 hingga 15.30. Jadwal ini memungkinkan mereka memiliki cukup waktu untuk keluarga, istirahat, maupun kegiatan ekstrakurikuler.
8. Amerika Serikat: Dorongan untuk Revisi Jadwal Sekolah
Jam masuk sekolah di AS bervariasi antarnegara bagian, tetapi secara umum, sekolah dasar dimulai sekitar pukul 08.00–08.30, sementara sekolah menengah sering dimulai lebih pagi, sekitar pukul 07.30.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, para ahli mulai mempertanyakan efektivitas jadwal ini. Sebuah laporan dari American Academy of Pediatrics merekomendasikan agar sekolah menengah tidak mulai sebelum pukul 08.30 untuk mendukung kesehatan mental dan performa belajar siswa.
Indonesia: Mulai Pagi, Tuai Pro-Kontra
Menurut Teachstarter, sekolah-sekolah di Indonesia umumnya mulai pukul 07.00 pagi. Bahkan, beberapa daerah di Jawa Barat mengimplementasikan jadwal lebih awal, yakni pukul 06.30. Kebijakan ini menimbulkan respons beragam. Pemerintah beralasan, kebijakan ini akan menumbuhkan kedisiplinan dan efisiensi waktu. Namun banyak orang tua dan kalangan psikolog justru mengkhawatirkan dampaknya terhadap kesehatan anak.
Melihat tren global, kebanyakan negara dengan sistem pendidikan maju justru menghindari jam masuk terlalu pagi. Fokusnya bukan hanya pada kuantitas belajar, melainkan pada kondisi siswa yang sehat, segar, dan siap menyerap ilmu. Mungkin inilah saatnya Indonesia mempertimbangkan pendekatan yang lebih ramah terhadap ritme biologis anak-anak.
Tinggalkan Balasan