Pakar hukum Shalih Mangara Sitompul menyebut gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas gugatan, tetap relevan siapapun pemenang Pilkada Kota Bekasi 2024.

Hal ini menanggapi pernyataan Sahat P Ricky Tambunan, terkait penafsiran ambang batas gugatan MK pada Pilkada Kota Bekasi, yang mengacu pada Pasal 158 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

“Sebagai akademisi dan praktisi hukum, kami merasa perlu memberikan klarifikasi atas perhitungan yang disampaikan Sahat P Ricky Tambunan menyebutkan ambang batas gugatan MK dihitung berdasarkan 0,5 persen dari jumlah suara sah dalam Pilwakot Bekasi,” kata Shalih dalam keterangannya, Minggu (1/12/2024).

Menurutnya, penafsiran tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU Pilkada. Pasal 158 Ayat (2) UU Pilkada secara eksplisit menyebutkan, bahwa ambang batas gugatan terhadap hasil Pilkada dihitung berdasarkan 0,5 persen dari jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan, bukan berdasarkan jumlah suara sah yang diperoleh dalam pemilihan.

“Hal ini penting untuk memastikan gugatan yang diajukan tidak hanya terbatas pada partisipasi pemilih yang memberikan suara sah, tetapi mencakup keseluruhan jumlah penduduk yang memiliki hak untuk terlibat dalam proses demokrasi,” paparnya.

Berdasarkan data terakhir Disdukcapil Kota Bekasi, jumlah penduduk Kota Bekasi sebanyak 2.526.133 jiwa. Karena itu, ambang batas gugatan MK dalam Pilwakot Bekasi seharusnya dihitung dengan 0,5 persen dari total penduduk yang setara dengan sekitar 12.630 orang, bukan berdasarkan jumlah suara sah yang lebih kecil.

“Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal tersebut yang dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap hak warga negara secara lebih luas,” jelasnya.

Shalih mendorong pihak terkait untuk merujuk pada regulasi yang sudah jelas dan mengedepankan pemahaman yang akurat dalam menghitung ambang batas gugatan, agar tidak terjadi salah
tafsir yang dapat menyesatkan publik dan pihak-pihak yang berkepentingan.

“Penjelasan ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih tepat mengenai mekanisme gugatan hasil Pilkada, serta menghindari kesalahan penafsiran yang dapat merugikan proses hukum dan demokrasì,” tandasnya.