Bekasiraya.id – Kantor Staf Presiden (KSP) mengungkapkan kekhawatirannya terhadap lonjakan harga beras medium yang terjadi di banyak daerah. Pelaksana tugas Deputi II Bidang Perekonomian KSP, Edy Priyono, menyebut seluruh wilayah pemantauan kini tergolong tidak aman karena harga jual melampaui batas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan.
Menurut Edy, tren kenaikan ini sejatinya telah terdeteksi sejak minggu lalu dalam pemantauan rutin yang dilakukan lembaganya.
“Kami memberikan perhatian khusus untuk beras. Minggu lalu kami sampaikan, bahwa beras medium di zona 2 itu levelnya masih waspada, tetapi ada tren kenaikan, dan kami menduga kalau tidak terjadi perbaikan yang sedemikian akan masuk zona tidak aman, dan ini terbukti,” ujar Edy, dikutip CNBC Indonesia, Selasa, 22 Juli 2025.
Ia merinci, seluruh zona kini telah melewati ambang batas 10% dari HET. “Sekarang semua beras medium, di 3 zona itu ada di level tidak aman. Artinya, di atas harga eceran tertinggi 10% atau lebih,” ungkapnya.
Menurut catatan KSP, di zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi) harga beras medium sudah sekitar 14% di atas HET, zona 2 (Sumatra selain Lampung dan Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan) naik 10-11% dari HET, sementara zona 3 (Maluku dan Papua) mencatat lonjakan tertinggi yakni 25-26% di atas HET. Tak hanya itu, tren harganya pun terus naik secara bulanan.
“Zona 1 secara bulanan dari catatan kami mengalami kenaikan sekitar 3,17%, di zona 2 naik 1,02%, dan di zona 3 sebesar 0,54%. Meskipun di zona 3 kenaikannya paling kecil dibandingkan zona 1 dan 2, tapi level harganya sudah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan HET,” jelas Edy.
Untuk meredam lonjakan harga, pemerintah mengandalkan dua strategi melalui Perum Bulog. “Teman-teman Bulog atas penugasan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas), sedang melakukan dua kegiatan besar terkait beras, yaitu penyaluran bantuan pangan atau bantuan beras, dan juga penyaluran beras SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan),” ungkapnya.
Edy menjelaskan, meski bantuan beras tidak langsung mempengaruhi harga pasar, namun mampu menekan sisi permintaan.
“Kalau bantuan pangan atau beras mungkin tidak berpengaruh langsung terhadap harga pasar, tetapi dari sisi permintaan itu menurunkan sedikit permintaan, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi terhadap harga,” ujarnya.
Sedangkan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), pemerintah berharap dampaknya terasa lebih langsung. “Kalau penyaluran beras SPHP, itu memang untuk memengaruhi pasokan, dan kita harapkan ini semakin masif dilakukan oleh teman-teman Bulog,” kata Edy.
Ia juga mencatat adanya disparitas harga antar wilayah. Meski secara umum tidak terlalu mencolok, namun di beberapa daerah tertentu seperti Papua, harga bisa melambung tinggi.
“Kita lihat ini jaraknya lumayan ya, meskipun tidak termasuk tinggi ya disparitas antar daerahnya, tetapi ada daerah-daerah yang sampai Rp25.000, Rp18.000 (per kg) bahkan tadi sampai puluhan ribu per kg ya di beberapa Kabupaten di Papua,” ujar Edy.
Namun di sisi lain, lanjutnya, masih ada juga daerah-daerah dengan harga beras yang tergolong murah.
“Ini khususnya daerah-daerah yang merupakan sentra produksi,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan