Bekasiraya.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus menggali informasi dan mengumpulkan bukti terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan kuota haji. Sejumlah pihak telah dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai bagian dari proses penyelidikan.
“Kuota Haji, saat ini sama juga masih tahap penyelidikan. Beberapa mungkin, rekan-rekan silakan ditunggu, beberapa kita minta keterangan di sini terkait masalah haji,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada wartawan, Jumat, 18 Juli 2025.
Asep menegaskan, dukungan publik sangat dibutuhkan agar proses penyelidikan berjalan tanpa hambatan. Ia juga memberi sinyal bahwa perkara ini berpeluang naik ke tahap penyidikan dalam waktu dekat. “Mohon disupport, dalam waktu dekat mudah-mudahan kita sudah bisa melangkah ke tahap yang lebih pasti,” ujarnya.
Salah satu nama yang pernah diperiksa dalam kasus ini adalah Pemilik Travel Uhud Tour, Ustaz Khalid Basalamah. Selain itu, Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah juga turut memberikan keterangan kepada penyidik.
Penyelidikan KPK berfokus pada dugaan penyimpangan kuota haji tahun 2024, yang terjadi saat Menteri Agama dijabat oleh Yaqut Cholil Qoumas. Laporan masyarakat yang masuk menyebutkan adanya manipulasi alokasi kuota jemaah haji.
“Sebagaimana yang disampaikan Pak Plt Deputi (Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu), laporan masyarakat mengenai dugaan TPK kuota haji saat ini masih dalam proses penyelidikan,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, Jumat (20/6/2025).
Lima kelompok masyarakat tercatat telah melaporkan kasus ini, yaitu Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU), Front Pemuda Anti-Korupsi, Mahasiswa STMIK Jayakarta, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (AMALAN Rakyat), dan Jaringan Perempuan Indonesia (JPI). Laporan tersebut disampaikan pada awal Agustus 2024.
Koordinator AMALAN Rakyat, Raffi, menilai kasus ini harus diusut tuntas karena menyangkut hak masyarakat yang telah menanti keberangkatan haji selama puluhan tahun.
“KPK harus melakukan pemeriksaan secara mendalam dan meluas terkait dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) kuota haji karena telah merugikan masyarakat yang antre puluhan tahun,” ujar Raffi.
Ia mengungkapkan, indikasi awal dugaan korupsi bermula dari kesepakatan Rapat Panja Haji soal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2024 yang digelar bersama Menag Yaqut pada 27 November 2023. Saat itu, ditetapkan kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah, terdiri atas 221.720 jemaah reguler (92 persen) dan 19.280 jemaah khusus (8 persen).
Namun, data di Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR dengan Ditjen PHU Kemenag pada 20 Mei 2024 menunjukkan adanya perubahan sepihak oleh Kementerian Agama. Komposisi kuota berubah menjadi 213.320 jemaah reguler (88,5 persen) dan 27.680 jemaah khusus (11,5 persen), atau terjadi pergeseran sebesar 8.400 jemaah dari reguler ke khusus.
Menurut Raffi, perubahan itu melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang menetapkan batas maksimal kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota nasional.
Sementara Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menambahkan bahwa dugaan penyelewengan kuota haji tidak hanya terjadi di tahun 2024, tetapi juga diduga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Di sisi lain, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI mengaku telah menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk dalam pembagian kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi sebesar 20.000 jemaah. Tambahan kuota itu dibagi rata, masing-masing 10.000 untuk jemaah reguler dan 10.000 untuk jemaah khusus.
Tinggalkan Balasan