Bekasiraya.id – Minat masyarakat Indonesia terhadap motor listrik masih menghadapi sejumlah tantangan. Banyak yang belum menjadikannya sebagai kendaraan utama, melainkan hanya sebagai alternatif kedua.
Kendala yang kerap dikeluhkan mencakup terbatasnya infrastruktur penunjang, jangkauan tempuh yang belum optimal, kekhawatiran soal keselamatan, hingga proses pengisian daya yang dianggap belum praktis.
Selain itu, teknologi yang dianggap belum sepenuhnya matang dan tingkat kepercayaan publik yang masih rendah turut menghambat adopsi kendaraan listrik secara luas di Indonesia.
Ghea Melisa, warga Cibubur yang kerap menggunakan ojek online, menceritakan pengalamannya ketika menumpangi ojek berbasis motor listrik menuju stasiun LRT.
“Saya pernah dapat ojek online yang motor listrik. Tapi dia (motornya) enggak kuat nanjak. Jadi yang dilakukan tukang ojeknya, dia ngebut untuk menyalip (mendapatkan momentum),” ujar Ghea, dikutip Kompas, akhir pekan lalu.
Ia menilai performa kendaraan jenis ini belum cocok untuk semua kondisi jalan, terutama yang medannya menanjak.
Selain itu aspek keamanan pun turut menjadi perhatian. Sejumlah insiden kebakaran, termasuk yang melibatkan mobil listrik Wuling Air EV, telah memicu kekhawatiran di kalangan pengguna.
Syahidah Izzata, karyawan swasta, mengungkapkan keraguannya terhadap sistem perlindungan motor listrik.
“Saya penasaran sama teknologinya. Sebetulnya ada apa tidak teknologi yang mencegah kendaraan listrik terbakar. Kalau ada, kenapa masih terbakar,” tanyanya.
Menanggapi hal tersebut, juru bicara komunitas kendaraan listrik Kosmik, Hendro Sutono, menyatakan bahwa keraguan publik merupakan hal yang wajar. Namun menurutnya, kekhawatiran itu tidak perlu dibesar-besarkan.
“Memang ada motor listrik yang tidak kuat nanjak, itu benar kita tidak menyalahkan, tapi ada juga yang kuat nanjak. Itu tergantung desain awal, kalau tidak didesain untuk jalanan penuh tanjakan, ya tidak akan kuat nanjak,” jelas Hendro.
Ia mencontohkan motor matik konvensional seperti Yamaha NMax yang memang dirancang untuk medan perkotaan. Menurutnya, performa kendaraan bisa menurun jika dipakai di medan yang tidak sesuai peruntukannya, seperti jalur ekstrem atau off-road.
Hendro juga mengingatkan bahwa risiko kebakaran bukan hanya dimiliki kendaraan listrik.
“Kebakaran bisa terjadi pada kendaraan apa saja, bahkan mobil sekelas Lamborghini,” ujarnya.
Terlepas dari tantangan yang ada, peningkatan edukasi dan sosialisasi mengenai teknologi motor listrik diyakini dapat mendorong penerimaan publik terhadap kendaraan ramah lingkungan ini di masa mendatang.
Tinggalkan Balasan