Bekasiraya.id – Direktur Utama Perumda Tirta Bhagasasi, Reza Lutfi Hasan, dilaporkan ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia atas dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan proyek kerja sama bernilai ratusan miliar rupiah.
Laporan tersebut diajukan oleh Trinusa Kota Bekasi dan menyoroti indikasi gratifikasi, penyalahgunaan wewenang, serta hilangnya aset negara.
Ketua kelompok masyarakat (Trinusa) Kota Bekasi, Maksum Alfarizi alias Mandor Baya, mengungkap bahwa laporan tersebut berkaitan dengan kerja sama antara Tirta Bhagasasi dan PT Bintang Mahameru Sejahtera pada 29 Juli 2024. Proyek ini berlangsung di era kepemimpinan Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan dan menggunakan skema pembiayaan Green Financing.
Namun, perhatian publik tertuju r pemanfaatan gedung Cabang Poncol di Kota Bekasi sebagai bagian dari investasi. Padahal, status kepemilikan aset tersebut masih dalam proses pemisahan antara Pemerintah Kota dan Kabupaten Bekasi.
“Aset tersebut justru dibongkar paksa dan hilang tanpa kejelasan, tanpa melalui proses hukum yang sah atau lelang terbuka sebagaimana diatur undang-undang,” katanya dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).
Beberapa aset yang diduga raib di antaranya meliputi pompa intake WTP, instalasi pengolahan air (WTP) beton kapasitas 200 liter/detik, WTP baja kapasitas 100 liter/detik, laboratorium, panel listrik, genset, dan bangunan kantor cabang.
“Kami menduga Dirut PDAM Tirta Bhagasasi telah menyalahgunakan jabatan hingga aset daerah raib entah ke mana. Ini bukan sekadar maladministrasi, tapi ada indikasi kuat tindak pidana korupsi,” tegas Mandor Baya.
Pihaknya turut meminta Kejaksaan Agung segera memeriksa seluruh pihak yang terlibat. Mereka juga mendesak klarifikasi dari pihak Perum Jasa Tirta II (PJT II).
“Ada Dugaan Kerugian Negara Rp 16,98 Miliar,” ujarnya.
Secara paralel, Trinusa mengirimkan surat klarifikasi kepada PJT II atas dugaan tunggakan pembayaran Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) oleh PDAM Tirta Bhagasasi. Surat dengan nomor 017/DPC-TRINUSA-BKS/VII/2025 itu merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan No. 2/LHP/XX/02/2024.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa sejak 2017 hingga 2022, PDAM Tirta Bhagasasi belum melunasi kewajiban pembayaran air baku kepada PJT II, namun tetap menerima pasokan air.
“Jika air terus disuplai tanpa dibayar selama bertahun-tahun dan tidak ada sanksi atau langkah hukum, maka ini jelas pembiaran sistemik. Negara dirugikan hampir Rp 17 miliar,” ujarnya.
Pihaknya juga menembuskan surat ke berbagai lembaga seperti BPK RI Perwakilan Jawa Barat, Kejari Kota Bekasi, dan Kejari Kabupaten Bekasi. Mereka memberikan tenggat 14 hari kerja kepada PJT II untuk memberi respons tertulis dan mengambil tindakan hukum terhadap pihak terkait.
Jika tuntutan tersebut diabaikan, Mandor menyatakan pihaknya siap membawa kasus ini ke tingkat nasional dan menempuh jalur hukum lebih lanjut.
Mandor Baya menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan sumber daya air dan aset daerah.
“Aset negara bukan milik pribadi. Air adalah hak publik. Jangan ada mafia air dan mafia proyek yang bermain di balik nama BUMD,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan