Polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal tahun 2025, masih menjadi sorotan banyak pihak. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bekasi, bahkan meminta pemerintah menunda rencana tersebut.
Alasan utama yang disampaikan, yakni dikarenakan kondisi pertumbuhan ekonomi yang masih belum memadai, sehingga akan semakin menurunkan daya beli masyarakat yang sudah rendah.
“Kami dari Apindo Kabupaten Bekasi menyarankan ini ditunda, karena kenaikan PPN 12 persen akan memengaruhi harga produk yang dijual,” ujar Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Kabupaten Bekasi, Darwoto, dikutip Minggu (22/12/2024).
Selain itu, lanjut Darwoto, kenaikan PPN 12 persen diyakini tidak akan memberi banyak pengaruh terhadap kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) sebesar 6,5 persen yang baru saja ditetapkan.
Padahal menurutnya, kenaikan UMK sejatinya dirancang untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kondisi ini diakui semakin memberatkan pengusaha di tengah tingkat daya beli masyarakat yang rendah.
“Maka sangat bagus sekali kenaikan PPN 12 persen ini dilakukan penundaan seiring dengan keputusan pemerintah juga menaikan UMK 6,5 persen,” tegasnya.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga sedang melakukan verifikasi terkait barang dan jasa yang akan dikenakan PPN 12 persen. Jika bahan baku termasuk kategori barang mewah, tentunya akan berdampak pada biaya produksi.
“Misalnya, bahan baku yang masuk kategori barang mewah akan dikenakan PPN 12 persen, begitu juga dengan barang yang dijual,” ungkapnya.
Apindo Kabupaten Bekasi berharap agar pemerintah lebih bijaksana dalam melihat kondisi ekonomi ke depan. Ia pun memberi contoh negara Vietnam yang menurunkan tarif PPN dari 10 persen, menjadi 8 persen.
“Apalagi, prediksi dunia usaha internasional untuk tahun 2025 tidak baik-baik saja. Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan dengan bijaksana kebijakan ini,” tandas Darwoto.
Tinggalkan Balasan