Bekasiraya.id – Biaya transportasi harian di wilayah aglomerasi Jabodetabek terbukti cukup menguras kantong. Berdasarkan data terbaru, warga Kota Bekasi menjadi yang paling terdampak, dengan pengeluaran rata-rata mencapai Rp1,91 juta per bulan hanya untuk mobilitas.
Direktur Jenderal Integrasi Transportasi Multimoda Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, menjelaskan bahwa tingginya biaya bukan semata berasal dari tarif transportasi publik.
Biaya tambahan seperti ojek menuju stasiun, parkir kendaraan pribadi, hingga akses dari dan ke titik transit turut menjadi penyumbang utama.
“Orang ke kantor masih harus naik ojek, atau naik apa, menuju ke public transport-nya, dari public transport, kalau dia bawa mobil harus parkir, parkirnya mahal. Padahal naik keretanya cuma Rp 3.500. Kalau kayak gitu, itu yang kita perbaiki,” ucap Risal di Jakarta, dilansir Liputan6, Kamis (31/7/2025).
Lantas, berapa sebetulnya biaya transportasi warga di kawasan Jabodetabek? Berikut hitungannya. Data yang dipaparkan Risal menunjukkan angka yang beragam.
Namun, porsinya masih lebih tinggi dari angka ideal menurut Bank Dunia sebesar 10 persen dari biaya hidup.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang ditampilkan Risal menunjukkan biaya transportasi rata-rata di kota besar mencapai 12,46 persen dari biaya hidup. Warga Bekasi merogoh kocek paling tinggi, mencapai Rp 1.918.142 per bulan. Diikuti oleh Kota Depok dengan Rp 1.802.751 per bulan.
Lalu, Kota Jakarta dengan biaya Rp 1.590.544 per bulan. Serta, Kota Bogor dengan biaya transportasi Rp 1.235.613 per bulan. Selain Jabodebek ini, biaya transportasi Kota Surabaya juga cukup tinggi dengan Rp 1.629.219 per bulan.
Risal menegaskan, persoalan first mile dan last mile yang perlu jadi perhatian. “Bagaimana tadi, first mile last mile-nya itu, bisa kita reduksi. Jadi, cost orang itu untuk transportasi bisa kita kurangi,” tegas dia.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menyatakan rencana kenaikan tarif ojek online belum merupakan keputusan final. Saat ini, Kemenhub masih melakukan pengkajian, pembahasan, dan pendalaman terhadap berbagai masukan dari para pemangku kepentingan terkait kenaikan ini.
“Rencana kenaikan tarif ojek online masih dalam proses pengkajian. Ini bukan keputusan yang sudah ditetapkan. Kami masih akan berdiskusi lebih lanjut dengan para aplikator dan perwakilan asosiasi driver ojek online,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, Rabu (2/7/2025).
Menurut dia, setiap kebijakan pemerintah yang berdampak langsung kepada masyarakat luas, terutama terkait tarif transportasi, harus melalui proses dialog dan pertimbangan yang matang.
“Oleh karena itu, Kemenhub akan membuka ruang komunikasi secara intensif dengan para pihak terkait,” ujar dia.
Aan menegaskan, pemerintah ingin menjaga keseimbangan antara kepentingan pengemudi, aplikator, dan kemampuan bayar masyarakat sebagai pengguna.
Pemerintah memastikan bahwa setiap perubahan tarif ojol harus didasari kajian menyeluruh, agar tidak menimbulkan dampak negatif, baik secara sosial maupun ekonomi.
Ia mengatakan, Kemenhub berkomitmen untuk memastikan kebijakan yang diambil akan bersifat adil, transparan, dan berkelanjutan serta mengedepankan dialog dan keterbukaan dengan semua pemangku kepentingan.
Kemenhub berharap, dengan pendekatan yang adil dan transparan ini, keputusan terkait tarif ojek online akan dapat diterima oleh semua pihak. Seraya membawa manfaat yang optimal bagi ekosistem transportasi daring di Indonesia.
“Prinsip kami adalah mencari titik temu yang terbaik. Yang tidak hanya memastikan keberlangsungan ekosistem ojek online tetapi juga menjaga kesejahteraan pengemudi dan keterjangkauan layanan bagi masyarakat,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan