Bekasiraya.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi baru saja meluncurkan program “Lapor AA” yang diperuntukkan bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi maupun keluhan, langsung kepada Bupati.

Aktivis muda Bekasi, Mahamuda Jaelani Nurseha menilai program ini hanya berpotensi gimmick seremonial tanpa dampak nyata, jika tidak ditopang dengan reformasi di tubuh birokrasi.

“Masalah di Bekasi itu bukan soal kanal pengaduan, tapi soal respon lambat dan birokrasi yang malas menyentuh akar masalah rakyat. Jangan sampai layanan ini hanya dijadikan alat pencitraan,” ujar jae sapaan akrabnya, Sabtu, 15 Juni 2025.

Menurutnya, keberadaan sistem WhatsApp bot bukanlah hal baru, tapi sekadar kulit dari pelayanan publik. Hal terpenting adalah bagaimana setiap aduan bisa direspons dengan cepat, jelas, dan transparan.

Pihaknya lantas menantang Pemkab Bekasi untuk mempublikasikan data realisasi tindak lanjut laporan setiap bulan, agar masyarakat bisa ikut mengawasi. Dengan begitu,masyarakat juga bisa tahu realisasi dari program ini.

“Jangan bilang ‘semua akan ditindaklanjuti’ tanpa tenggat waktu yang tegas. Rakyat butuh kepastian, bukan janji,” tegasnya.

Tak hanya itu, ia juga mengkritik pernyataan Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, yang secara optimis mengatakan bisa membalas langsung aduan warga.

“Pernyataan seperti itu justru mengaburkan sistem kerja. Bupati bukan CS center, dan itu bisa jadi tanda bahwa OPD tidak dipercaya untuk bekerja maksimal,” sindir Jae.

Ia pun menekankan, apabila Pemkab Bekasi ingin menghadirkan pelayanan publik yang responsif, ada baiknya dilakukan dari reformasi sistemik, bukan digitalisasi kosmetik.

“Kalau laporan rakyat mau dihargai, bentuk dulu karakter ASN yang pro-rakyat, bersih dari calo, dan kerja cepat. Kalau hanya disuruh ‘chat ke WhatsApp’, tapi tidak ditindak, itu malah mempermainkan harapan masyarakat,” jelasnya.

Jae juga menyerukan agar Pemkab Bekasi menggandeng masyarakat sipil dalam monitoring sistem “Lapor AA”, sehingga aduan benar-benar menjadi alat perbaikan kebijakan, bukan sekadar kumpulan keluhan yang dibaca lalu diabaikan.

“Digitalisasi itu alat. Tapi jika pemimpinnya malas mendengar, dan bawahannya lambat bertindak, maka rakyat tetap kecewa, walau sudah ngetik WA,” tandasnya.

Bekasiraya
Editor