Publik sedang dihebohkan dengan beredarnya foto sejumlah petugas Kelompok Petugas Pemungutan Suara (KPPS) Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, yang asik berpose tiga jari.
Aksi petugas KPPS itu diduga mengarahkan dukungan kepada salah satu paslon. Terlebih foto berlatar belakang spanduk paslon nomor urut 3, Tri Adhianto-Harris Bobihoe.
Tak hanya itu, kabar yang beredar juga menyebut jika salah satu kantor RW di Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, menjadi posko pemenangan paslon Tri-Harris.
Sayangnya, dugaan pelanggaran petugas KPPS tersebut, belum ditindaklanjuti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi. Bahkan, sebagai posisi “wasit”, Bawaslu terkesan tutup mata.
Sikap Bawaslu sontak menggiring opini publik, bahwa ada keberpihakan terhadap salah satu paslon di Pilkada Kota Bekasi.
Menanggapi hal ini, pengamat politik Universitas Djuanda, Gotfridus Goris Seran meminta Bawaslu sebagai penyelenggara Pilkada, untuk bersikap netral.
Goris menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 72 dan 73, tercantum bahwa anggota KPPS harus memiliki integritas dan pribadi yang jujur kuat dan adil sesuai dengan sumpah yang diucapkannya di hadapan KPU.
“Kemudian di Pasal 74 berkaitan dengan pemberhentian pada ayat 1 disebutkan huruf a dan huruf b, banwa anggota KPPS diberhentikan dengan tidak hormat bila melanggar janji sumpah dan jabatan dan atau kode etik,” kata Goris dalam keterangannya, Rabu (23/10/2024).
Goris menekankan, bahwa keberpihakan KPPS terhadap salah satu calon kepala daerah sangat bertentangan dengan prinsip netralitas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
Berdasarkan hal itu, Goris menyimpulkan tindakan sejumlah KPPS di Bekasi Utara tersebut merupakan pelanggaran berat, dimana penyelenggara sudah terlibat menjadi pemain di dalam Pilkada.
Oleh karena itu ia mendesak KPU agar segera mengambil tindakan tegas terhadap Bawaslu Kota Bekasi yang dinilai sudah melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Karena jika terus dibiarkan, lanjut Goris, tak hanya akan merugikan paslon yang lain, tapi juga memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap kinerja KPU.
“Karena jika itu dibiarkan akan mempengaruhi proses pilkada itu sendiri. Oleh karenanya, jangan sampai ada kontestan yang dirugikan atas ketidaknetralan KPPS tersebut,” tandas Goris.