Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung (MA) oleh kuasa hukum pelapor yang menjadi korban pemalsuan akta tanah.

Pelaporan terkait perubahan status terdakwa dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah, berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim PN Kota Bekasi.

Usai melapor ke Komisi Yudisial dan MA, kuasa hukum korban menyambangi PN Kota Bekasi di Jalan Pangeran Jayakarta, Harapan Mulya, Medansatria, Kamis, 10 Oktober 2024 siang.

Kuasa hukum mempertanyakan kasus sidang kliennya dengan terdakwa bernama Alfiansyah yang diduga telah berubah status menjadi tahanan rumah dari semula tahanan rutan.

“Ini merupakan bentuk ketidakprofesionalan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Bekasi dalam menangani kasus penipuan dan pemalsuan akta tanah korban,” ujar Indra Tarigan, kuasa hukum korban.

Indra menduga Majelis Hakim mengubah status terdakwa, tanpa ada pemberitahuan maupun pembacaan terlebih dulu yang diketahui oleh pihak pelapor.

“Atas dasar tersebut, kami melaporkan Majelis Hakim PN Kota Bekasi ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung,” jelasnya.

Sementara, Humas PN Kota Bekasi Suparman membenarkan adanya perubahan status terdakwa dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah.

“Memang benar, pengalihan dan penetapan tertanggal 2 Oktober 2024, dengan alasan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga,” ungkapnya.

Menurutnya, keputusan tersebut merupakan kewenangan majelis hakim, namun dengan berbagai pertimbangan.

“Sedangkan untuk pelaporan majelis hakim ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung merupakan hak bagi pelapor,” ungkap Suparman.

Alfiansyah dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas kasus penipuan dan pemalsuan akta tanah seluas lebih dari 900 meter.

Setelah dilakukan penyelidikan, terlapor ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini persidangan masih berproses di Pengadilan Negeri Kota Bekasi.