Ratusan advokat di Kota Bekasi yang tergabung dalam Jaringan Advokat Patriot Bekasi, menyatakan dukungan kepada paslon Heri Koswara-Sholihin. Arah dukungan para advokat disebutkan karena ingin memangkas sejarah panjang praktik korupsi di Kota Bekasi.

Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik dan MES Kota Bekasi, Imam Trikrasohadi mengatakan sebelum menetapkan pilihan, para advokat melakukan serangkaian kajian rekam jejak dan analisa data terhadap ketiga paslon, untuk mencari tahu siapakah yang benar-benar terbebas dari virus korupsi.

“Ini tentu sebuah upaya yang patut didukung, karena kegelisahan para praktisi hukum ini dilatarbelakangi fakta nan panjang, bahwa Kota Bekasi sarat dengan praktik korupsi. Dua eks wali kota dan puluhan birokrat serta rekanannya, terjerembab dalam perkara destruktif ini,” kata Imam, Kamis (3/10/2024).

Menurutnya, berbagai penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi yang menyasar beberapa birokrat dan mantan pejabat, juga sedang berlangsung. Selain sifat serakah, sejarah panjang praktik korupsi hingga KKN di Kota Bekasi, juga dikarenakan tingginya biaya politik ketika mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik berupa mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying).

Kajian Litbang Kemendagri pada 2015 menyebut, untuk mencalonkan diri sebagai bupati, wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya berkisar Rp 20-100 miliar. Padahal, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar dalam satu periode. Biaya politik yang mahal inilah yang akhirnya membuat para calon kepala daerah menerima bantuan dari donatur atau sponsor.

“Artinya, biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah pada Pilkada jauh lebih besar dari harta kekayaan yang dimilikinya. Dengan menerima bantuan bohir, para calon kepala daerah merasa utang budi dan harus membayar “kebaikan” tersebut. Akhirnya hal ini menimbulkan konflik kepentingan yang mendorong mereka untuk korupsi,” papar Imam.

“Tidak ada makan siang gratis. Harapan para bohir jika calon mereka menang, antara lain kemudahan perizinan, tender proyek, keamanan bisnis, akses menentukan kebijakan daerah, hingga akses agar kolega bisa menjabat di pemerintahan,” ujarnya lagi.

Konflik kepentingan tersebut, lanjut Imam, pada akhirnya akan melahirkan korupsi dana Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Dari berbagai kasus KKN yang pernah terjadi di Kota Bekasi, setidaknya ada lima modus yang menonjol menurut Imam. Modus yang dimaksud, yakni praktik intervensi kepala daerah atau birokrat di bawahnya dalam penggunaan APBD.

Kemudian campur tangan dalam pengelolaan penerimaan daerah, ikut menentukan dalam pelaksanaan perizinan dengan pemerasan, benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang jasa dan manajemen ASN seperti rotasi, mutasi, dan pengangkatan pegawai dan penyalahgunaan wewenang terkait pengangkatan dan penempatan jabatan pada orang dekat, pemerasan dalam proses rotasi, mutasi, dan promosi.

“Tentu saja, jejak buruk ini harus disudahi, dan berawal dari memilih pasangan wali kota dan wakil wali kota yang tak setitik pun ada nila korupsi pada Pilkada 2024. Maka, apa yang menjadi ikhtiar ratusan advokat mendukung paslon Heri Koswara-Sholihin, sejatinya juga merupakan harapan setiap warga Kota Bekasi. Paslon no 1 ini secara tegas menetapkan pemberantasan korupsi dan praktik suap menyuap dalam rotasi, mutasi dan pengangkatan pegawai di lingkungan Pemkot Bekasi,” tandasnya.