Bekasiraya.id, Kota Bekasi – Politisi PPP, Muhamad Said ikut bersuara terkait carut marut PPDB Kota Bekasi 2024. Pria yang akrab disapa Cemong itu mengaku prihatin dengan banyaknya calon peserta didik yang tak lolos masuk SMP negeri.
Menurutnya, kondisi ini disebabkan keterbatasan kuota SMP negeri sehingga tak mampu menampung lulusan SD se-Kota Bekasi yang jumlahnya mencapai kurang lebih 40.000.
“Kalau melihat petanya di Kota Bekasi, kuotanya lulusan SDN itu kurang lebih 44.000 dan negerinya itu daya tampungnya hanya bisa 13.000. Tapi kalau saya melihat dari paparan Disdik, swastanya kurang lebih 21.000,” kata Cemong, Senin (5/8/2024).
Meski begitu, Wakil Ketua DPW PPP Jawa Barat itu menyebut pemerintah tak lantas lepas tanggung jawab. Salah satunya adalah dengan menjalin MoU dengan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS).
“Kita sepakat ada MOU antara pemerintah dengan BMPS agar tidak overload juga negeri dan BMPS ketinggalan murid. Tapi kan faktanya proses perjalanan BMPS sudah ketempuhan kuota juga,” ujar Cemong.
Dalam hal ini ia menyayangkan pihak sekolah swasta yang dinilai cenderung mengambil kesempatan untuk meraup keuntungan. Salah satunya adalah jumlah rombel yang melebihi 40 siswa.
“Kalau negeri MoU-nya yang saya tahu itu menurut di media, itu hanya 40 siswa per rombel. Yang awalnya 32, ada kepwal no 40, tapi kenapa swasta itu bisa 40 lebih? Itu kan overload juga,” ungkap Cemong.
Selain itu, keterbatasan biaya juga menjadi kendala bagi sebagian besar orangtua menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta. Pun bantuan yang diberikan pemerintah daerah, nyatanya tak sepenuhnya berjalan sesuai ekspektasi.
“Sekolah swasta itu kalau tidak bayaran, tidak bisa ikut ujian. Kalau ada tunggakan, sindir siswa di depan siswa lainnya. Bahkan, banyak siswa yang ketika lulus, ijazahnya ditahan karena belum adanya pelunasan,” paparnya.
Cemong pun meminta agar pemerintah daerah bisa mencari solusi terbaik agar para siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri, khususnya mereka yang kurang mampu, dapat mengenyam pendidikan di sekolah lain tanpa harus terbebani biaya.
“Kalau harus dipaksakan sekolah di swasta, pemerintah harus tanggung jawab, bisa nggak gratis seperti negeri? Jangan sampai kebijakan pendidikan hanya menguntungkan pihak tertentu, sementara anak-anak dari keluarga tidak mampu terpinggirkan,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan