Bekasiraya.id, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan internasional penadah kendaraan bermotor. Jaringan tersebut beroperasi sejak 2021 dan telah mengirimkan sedikitnya 20.000 unit motor ke luar negeri.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pengungkapan kasus bermula dari laporan masyarakat yang curiga dengan keberadaan tempat penampungan ratusan motor tanpa dokumen sah yang kemudian diekspor ke berbagai negara.
“Dalam pengungkapan ini, kami berhasil mengamankan 675 unit kendaraan bermotor dan dokumen pendukung transaksi pengiriman sebanyak 20.000 unit sepeda motor dari Februari 2021 hingga 2024,” katanya kepada awak media, Kamis 25 Juli 2024.
Ada tujuh tersangka yang diamankan polisi dalam kasus ini, dengan masing-masing memiliki peran berbeda. Tersangka MT dan ATH berperan sebagai debitur, WRJ dan HS sebagai penadah, FI sebagai perantara atau pencari penadah, HM sebagai perantara dan debitur, serta WS sebagai eksportir.
“Penipuan dan penggelapan ini ditemukan di enam TKP di Provinsi Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kemudian kendaraan tersebut diekspor ke lima negara, yaitu Vietnam, Rusia, Hongkong, Thailand, dan Nigeria,” ungkap Djuhandhani.
Untuk mengantisipasi penyalahgunaan data kendaraan bermotor ilegal, pihak kepolisian bakal bekerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kami sudah menyusun kerja sama dengan APPI dan OJK untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini. Kami akan membantu dengan database identifikasi sehingga semuanya bisa masuk registrasi kami,,” papar Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus.
Menurutnya, kendaraan yang terlibat dalam penipuan ini awalnya dicuri atau dibeli dengan menggunakan dokumen palsu. Selanjutnya, kendaraan-kendaraan ini dikumpulkan di beberapa lokasi penampungan di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, untuk kemudian diekspor ke negara-negara tujuan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 35 atau Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan/atau Pasal 378, 372 KUHP, atau Pasal 480 KUHP, dan/atau Pasal 481 KUHP.
“Ancaman hukuman bagi para pelaku adalah pidana penjara maksimal tujuh tahun,” tandas Yunus.
Ke depannya, pihak kepolisian juga meminta masyarakat untuk lebih waspada dan segera melapor apabila menemukan indikasi kejahatan serupa.
Tinggalkan Balasan