Bekasiraya.id, Kota Bekasi – Maraknya aksi curanmor di Kota Bekasi, Jawa Barat, dinilai sudah terorganisir. Demikian disampaikan Akademisi Universitas Islam 45 Bekasi, M. Harun Al-Rasyid.

“Maraknya aksi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Bekasi merupakan kejadian yang terorganisir dengan baik,” kata Harun Al Rasyid, Minggu (26/5/2024).

Harun menjelaskan, penilaian tersebut berdasarkan kasus di beberapa negara yang tingkat ekonominya relatif cukup baik. Biasanya kalau kejadian yang berulang terus dan tidak ada jeda, kemungkinan bagian dari sebuah organisasi kriminal.

“Apalagi maling motor itu layernya banyak, ada yang distributor, penadah dan lainnya, dan ini yang paling mudah dan relatif dari sisi safety-nya masih kurang, sehingga banyak terjadi. Saat ini bukan hanya di Tambun saja kasus kejahatan curanmor, tapi juga di Cikarang dan Bekasi juga banyak,” ujarnya.

Menurutnya, Bekasi merupakan daerah terbuka dengan tingkat perkembangan ekonomi relatif cukup baik dibanding kota lainnya, sehingga pendapatan masyarakatnya pun semakin tinggi.

SA (32), pelaku ranmor yang mengumbar senjata api ke warga, tertunduk lesu saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolsek Pondok Gede, Kota Bekasi. (Bekasiraya.id/Herzegovina)

Tetapi di sisi lain juga terjadi gap ekonomi. Karena semakin tinggi tingkat urbanisasi, maka kebutuhan kaum urban untuk pekerjaan pun semakin sempit. Hal ini lah yang kemudian menimbulkan kriminalitas.

“Kriminalitas tidak bisa dipandang hanya sebatas pada kasus individu,” ucap Wakil Rektor IV Bidang Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat Unisma 45 Bekasi itu.

Harun melanjutkan, konsekuensi dari dampak pembangunan, yakni tidak adanya pemerataan. Masih sering ditemui sekelompok orang yang kesulitan mencari nafkah, sehingga nekat melakukan tindakan kriminalitas.

“Dalam sisi pendidikan, saya kira tidak ada pengaruhnya. Buktinya yang korupsi, tingkat pendidikannya tinggi-tinggi. Ini soal low inforcement saja, artinya bagaimana pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan penegakkan hukum tindakan kriminalitas ini. Saya kira perlu segera didorong untuk bisa lebih optimal lagi,” paparnya.

Selain itu, jumlah aksi kejahatan yang tidak seimbang dengan jumlah aparat penegak hukum, juga menjadi salah satu faktor kriminalitas terus berkembang.

“Kedua, terkait komitmen penegakkan hukum, kan itu mesti melakukan operasi setiap hari dan tentunya butuh personel banyak untuk melakukan penindakkan,” jelasnya.

“Nah, ini kan seolah-olah urusan daerah dan pusat atau vertikal dan horisontal. Kepolisian ini urusan pemerintah pusat, maka perlu ada kerjasama yang kongkrit dengan daerah. Kalau kepolisian sifatnya organik dan daerah hanya punya Satpol PP yang kewenangannya juga terbatas,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Harun menyarankan ada baiknya mempertimbangkan agar pemerintah daerah juga punya kewenangan lebih di kepolisian. Hal ini tentunya harus dibarengi dengan kontribusi daerah terhadap penyediaan anggaran kepolisian.

“Anggaran kepolisian semuanya berasal dari APBN bukan APBD. Oleh karena itu, pemerintah daerah mau tidak mau harus memberikan kontribusi yang kuat dengan menyediakan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya,” tegasnya.

Jika seluruhnya sudah terlaksana, Harun optimis permasalahan curanmor bisa dituntaskan. Meski begitu, masyarakat tetap diimbau untuk waspada dan berhati-hati terhadap aksi kejahatan lainnya yang masih cukup tinggi.

“Bisa saja kalau kebutuhan-kebutuhan kepolisian bisa dipenuhi dari sumber daya. Operasional kan butuh dana yang cukup besar, tapi semua itu tergantung dari pertumbuhan ekonomi. Kalau ekonomi bagus, maka fasilitas juga bisa disediakan,” tandasnya.