Bekasiraya.id, Kota Bekasi – Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi mengeluarkan putusan eksekusi atas lahan dan rumah yang dihuni pria bernama Lambok Nababan.
Lambok diketahui merupakan pihak Tergugat sekaligus mantan suami dari penggugat, yakni Farida Simbolon.
Farida menggugat Lambok atas dasar harta bersama ke PN Kota Bekasi. Pada 2022, pengadilan mengeluarkan putusan Verstek Nomor 63/Pdt.G/2002/PN.Bks.
Lalu tahun 2023, PN Bekasi menerbitkan surat Nomor 21/Eks.Ris.Lelang/2022/PN.Bks. Jo. Nomor 92/2003, tertanggal 27 September 2023 yang berbunyi eksekusi pengosongan lahan dan diserahkan kepada pemohon atas nama Farida Simbolon.
Namun Lambok menolak putusan tersebut karena dinilai cacat hukum. Pasalnya, alamat yang didaftarkan Farida ke pengadilan, tak sesuai dengan yang terdaftar di sertifikat milik Lambok.
Diketahui, Farida menggugat Lambok dengan alamat Kampung Pengasinan RT 03 RW 01 Nomor 45, Bekasi Timur. Sedangkan alamat Lambok yang terdaftar pada Sertifikat Hak Milik 03558/Pengasinan, beralamat di Kampung Pengasinan RT 05 RW 01 Nomor 14.
“Menurut saya sangat banyak kejanggalan pada pelaporan yang dilakukan Farida Simbolon, seperti nomor sertifikat, alamat RT/RW dan nomor rumah yang tidak sesuai dengan sertifikat saya,” kata Lambok, Rabu (22/11/2023).
Sebagai pihak Tergugat, Lambok mengaku tak pernah sekalipun menerima surat undangan persidangan yang dilayangkan PN Bekasi, hingga akhirnya mengeluarkan Putusan Verstek.
“Surat tersebut tidak mungkin sampai kepada saya, karena alamatnya saja sudah berbeda dengan alamat saya,” terangnya.
Tahun 2022, Lambok melakukan perlawanan dengan menggugat hasil putusan Nomor 63/Pdt.Plw/2002/PN.Bks yang ditolak oleh PN Bekasi.
“Sudah 4 kali kami meminta surat putusan 63/Pdt.G/2002 pada tanggal 2 Mei 2002 kepada Pengadilan Negeri, yang hingga saat ini beralasan belum ditemukan berkas,” ujarnya.
“Melihat beberapa hal yang menjadi kejanggalan, apa yang menjadi putusan pengadilan, saya nyatakan cacat hukum, Karena apa yang dilaporkan Farida dan apa yang menjadi keputusan pengadilan, sudah sangat tidak sesuai dengan berkas-berkas yang saya miliki,” jelasnya.
Lambok mengaku sudah melakukan pelaporan melalui kuasa hukumnya, untuk meminta penundaan pelaksanaan eksekusi rumah.
Sementara, Joko Daoed selaku kuasa hukum menjelaskan, putusan majelis hakim dalam perkara 63/Pdt.G/2002/PN.Bks, sudah mempunyai kekuatan hukum dan mengikat. Serta tidak akan bisa dirubah amar putusannya oleh ketua pengadilan maupun panitera pengadilan.
“Jika ingin melakukan perubahan atas amar tersebut, wajib melalui gugatan kembali. Jadi ketua pengadilan tidak bisa secara sepihak melakukan putusan,” tegasnya.
Joko mengaku pihaknya sudah empat kali mengajukan permohonan untuk mendapatkan salinan putusan nomor 63/Pdt.G/2002/PN.Bks tersebut. Namun pihak pengadilan selalu menjawab berkas belum ditemukan.
“Saya selaku kuasa hukum menduga, bahwa berkas tersebut tidak ada. Makanya hingga saat ini kami telah meminta berkali-kali, tapi belum memiliki jawaban pasti,” tandasnya.